Rabu, 24 Februari 2010

BLUE CARBON DILUNCURKAN RI DAN UNEP: Masa Depan Bumi di Lautan

Dalam rangka menyelamatkan masa depan bumi dari pemanasan global, Menteri Kelautan dan Perikanan, Dr. Fadel Muhammad dan Direktur Eksekutif Badan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNEP), Dr. Achim Steiner, menekankan peran penting laut dan pesisir sebagai pengendali perubahan iklim dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan hari ini pada acara konferensi pers 11th SSGC UNEP/GMEF di Bali (25/2).

Berpijak pada kemampuan ekosistem laut dan pesisir menjaga keseimbangan penyerapan karbon dan potensi pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), UNEP bekerjasama dengan Badan Pangan Dunia (FAO) dan Badan Pendidikan dan Pengetahuan (UNESCO) memperkenalkan konsep Karbon Biru (Blue Carbon). Konsep ini membuktikan peran ekosistem laut dan pesisir yang didominasi oleh vegetasi laut seperti hutan mangrove, padang lamun, rawa payau serta rawa masin (salt marshes) dalam mendeposisi karbon. Ekosistem pesisir dan laut diyakini mampu menjadi garda penyeimbang bersama hutan (Green Carbon) untuk mengurangi laju emisi melalui penyerapan karbon.


Dr. Fadel dan Dr. Steiner bersama-sama menegaskan bahwa dasar pernyataan bersama mereka adalah amanat Manado Ocean Declaration (MOD) yang dideklarasikan tahun lalu serta sebagai upaya mengendalikan dampak perubahan iklim. “Kami menghimbau kepada semua negara untuk menjaga kelestarian dan kemampuan ekosistem laut dan pesisir kita sebagai dinamisator iklim global”, ditegaskan oleh menteri Fadel dan direktur Achim.


“Langkah ini telah membuka kesempatan untuk melakukan riset lanjutan tentang peran penting laut sebagai pengendali perubahan iklim. Indonesia dengan luasan mangrove, serta padang lamun yang begitu besar, tentunya akan secara signifikan dapat memberikan kontribusi dalam proses penyerapan karbon”, menurut Fadel. “Kita harus segera berbuat karena masa depan bumi dan umat manusia sangat bergantung pada bagaimana kita mengelola laut secara arif dan lestari. Waktu berjalan cepat dan kita dihadapkan pada pilihan yang tidak dapat ditawar lagi. Manusia harus menjaga keseimbangan yang selama ini diperankan oleh laut agar tetap berfungsi dan mampu menyerap karbon dari dampak kegiatan kita”, jelas Fadel.

Isu kelautan merupakan salah satu pilar pokok dalam pertemuan sesi khusus UNEP kesebelas (11th SSGC UNEP/GMEF). Bahkan, secara khusus untuk pertama kalinya UNEP memberikan penghargaan atas kepemimpinan dalam inisiatif kelautan dan pesisir di fora internasional kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin (24/2).

Informasi lebih lanjut:
  1. Dr. Gellwynn Jusuf, Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan,
    HP: 0816 768 499 email: gellwynn@gmail.com
  2. Soen’an Poernomo Hadi, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi,
    HP: 0816 193 3911 email: soenanhp@yahoo.com
Catatan untuk Redaksi
  1. Konsep Blue Carbon

    Ekosistem laut dan pesisir yang sehat di samping memberikan manfaaat dari sumberdaya dan jasa lingkungannya terhadap penghidupan masyarakat pesisir, juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim serta penyerapan karbon yang merupakan kontributor perubahan iklim. Laut dan eksosistemnya berperan dalam menjaga keseimbangan penyerapan karbon. Kemampuan penyeimbang ini mulai terganggu dengan semakin banyaknya gas rumah kaca (GRK) hasil kegiatan manusia (anthropogenic) yang pada akhirnya diserap oleh laut dan ekosistemnya. Tanpa ada upaya pengurangan emisi GRK, dipastikan dalam beberapa dekade mendatang ekosistem pesisir dan laut berkurang secara signifikan. Hal ini berarti akan memberikan dampak ikutan terhadap masyarakat pesisir serta biota dan ekosistem laut dan pesisir lainnya.

    Laporan Blue Carbon - The Role of Healthy Oceans in Binding Carbon yang disusun oleh UNEP, FAO, UNESCO-IOC dan IUCN menggambarkan alur emisi karbon dan estimasi kemampuan ekosistem laut dan pesisir dalam menyerap karbon dan gas rumah kaca. Laporan ini di diluncurkan pada 14 Oktober 2009 pada Diversitas Conference, Cape Town Conference Centre, South Africa.


    Laporan ini menegaskan peran penting ekosistem laut dan pesisir dalam menjaga keseimbangan iklim. Laporan ini membantu pengambil keputusan untuk mengarustamakan dimensi kelautan dalam inisiatif perubahan iklim global. Laporan ini dapat diunduh di tautan http://www.grida.no/publications/rr/blue-carbon/.

  2. Pertemuan 11th SSGC UNEP / GMEF

    Pertemuan 11th SSGC UNEP/GMEF berlangsung pada tanggal 24 – 26 Februari 2010 di Bali International Convention Centre, Nusa Dua Bali. Pertemuan ini dibuka secara resmi oleh Presiden RI pada tanggal 24 Februari 2010. Presiden RI menerima penghargaan dari UNEP atas kepemimpinan beliau dalam mengangkat isu kelautan dan pesisir di fora internasional.


    Pertemuan 11th SSGC UNEP/GMEF membahas tujuh topik draft keputusan yang meliputi (i) international environmental governance, (ii) enhanced coordination across the United Nations system, including the Environment Management Group, (iii) intergovernmental science-policy platform on biodiversity and ecosystem services, (iv) environmental law, (v) follow-up report on the environmental situation in the Gaza Strip, (vi) oceans dan (vii) consultative process on financing options for chemicals and wastes.


    Luaran penting yang akan dihasilkan dari pertemuan 11th SSGC UNEP/GMEF adalah (i) Nusa Dua Declaration dan (ii) Decisions Under Preparation by the Committee of Permanent Representatives to UNEP for Consideration by the Eleventh Special Session of the Governing Council/Global Ministerial Environment Forum. Pada pertemuan tersebut, dimensi kelautan juga mendapat porsi tersendiri dan merupakan salah satu dari tujuh topik yang akan dibahas untuk draft keputusan (11th SSGC UNEP/GMEF).


    Pertemuan sesi khusus kesebelas itu (11th SSGC UNEP/GMEF) yang dihadiri oleh sekitar 1.200 delegasi dari 192 negara mengambil tema “Lingkungan Hidup dalam Sistem Multilateral (Environment in the Multilateral System)”, yang membahas tiga topik: a) tata pemerintahan lingkungan internasional dan pembangunan berkelanjutan (international environmental governance/IEG and sustainable development); b) ekonomi hijau (the green economy) serta; c) keanekaragaman hayati dan ekosistem (biodiversity and ecosystems). Pertemuan ini juga digabungkan dengan pertemuan tingkat menteri Forest Eleven (F-11) pada 23 Februari 2010 dan Simultaneous Extraordinary Conference of the Parties (ExCOPs) Basel, Rotterdam, and Stockholm Conventions, 22-24 Februari 2010.

Pengikut